Komponen Penilaian Calon Ketua STKIP PGRI Pacitan 2025-2029

Panitia Penjaringan Calon Ketua STKIP PGRI Pacitan Periode 2025-2029
SHARE

PPLP PT PGRI Pacitan || Panitia Pelaksana Penjaringan Calon Ketua STKIP PGRI Pacitan periode 2025- 2029 adalah kumpulan 11 individu yang ditetapkan oleh PPLP-PT PGRI Pacitan berdasarkan dasar hukum yang ada untuk a) melakukan kajian hasil penelitian secara mendalam dengan melakukan analisa: deskriptif, kritis, analitis, sintesis, dan konstruk definisi operasional penilaian aspek-aspek yang digunakan sebagai pedoman penilaian calon ketua; b) melakukan pleno secara berulang-ulang untuk memastikan syarat kredibilitas dan dependabilitas; c) membuat kisi-kisi instrument wawancara dan observasi; d) membuat instrument wawancara dan observasi; e) melakukan pengukuran; f) melakukan penilaian terhadap seluruh aspek secara kualitatif (tradisi hermeneutis) dan kuantitatif (pemanfaatan statistik deskriptif); g) melaporkan hasil penilaian yang mendalam dan menyeluruh terhadap komponenkomponen yang ada (derajat calon Ketua STKIP PGRI Pacitan) kepada PPLPPT PGRI Pacitan.

Berdasarkan rapat panitia yang diselenggarakan di Ruang Sekretariat Panitia Penjaringan Selasa (26/11/24) yang dipimpin oleh Ketua Panitia Penjaringan 7 anggota telah menghasilkan keputusan terkait 5 aspek dalam penilaian calon ketua STKIP PGRI Pacitan 2025-2029.

Dr. Hasan Khalawi menjelaskan aspek-aspek penilaian calon Ketua STKIP PGRI Pacitan antara lain a) analisis isi tekstual (content analysis) visi, misi, tujuan, sasaran, dan realisasi calon; b) Tri Dharma Perguruan Tinggi; c) rekomendasi senat akademik; d) analisis kritis kontekstual (contextual and critical analysis) pendalaman visi, misi, tujuan, sasaran, dan realisasi; e) hasil tes kejiwaan.

1.Visi dan Misi (Bobot 20 %)

Visi, misi, tujuan, sasaran, dan realisasi adalah komponen strategis yang sangat penting dalam merumuskan arah dan pencapaian suatu perguruan tinggi, seperti STKIP PGRI Pacitan. Visi adalah pandangan futuristik yang terukur secara kualitatif dan kuantitatif, menggambarkan tujuan jangka panjang yang ingin dicapai, dengan Key Performance Indicators (KPI) yang mendukung pencapaian tersebut. Misi berfungsi sebagai arah operasional yang menggambarkan apa yang dilakukan untuk mencapai visi, dengan fokus pada nilai, tujuan, dan pelayanan kepada masyarakat atau pengguna. Tujuan dan sasaran merupakan langkah-langkah yang lebih spesifik dan terukur dalam jangka pendek hingga menengah, untuk mewujudkan visi dan misi. Semua elemen ini saling terhubung dan harus disusun secara jelas, terukur, dan sesuai dengan kebutuhan strategis institusi, dengan mempertimbangkan aspek keunikan, nilai, dan prioritas etika yang mendasari pengambilan keputusan di perguruan tinggi.

2. Tri Dharma Perguruan Tinggi (Bobot 20%)

Evaluasi calon Ketua STKIP PGRI Pacitan berlandaskan pada Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang meliputi penelitian, pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat. Setiap aspek memiliki indikator kinerja utama yang menjadi tolok ukur profesionalisme dan dedikasi calon:

  • Penelitian
    Calon ketua dinilai melalui kontribusinya dalam publikasi ilmiah, kualitas jurnal yang terindeks (seperti Scopus dan Sinta), serta pencapaian HKI dan dampak penelitian terhadap kebijakan atau industri. Indikator lain mencakup partisipasi dalam konferensi, hibah penelitian, serta pengembangan sumber daya manusia melalui pembimbingan mahasiswa.
  • Pengajaran
    Penilaian pengajaran mencakup kemampuan merencanakan (pembuatan silabus dan RPS), melaksanakan (pengelolaan kegiatan kelas, teknologi, dan metode), serta mengevaluasi proses pembelajaran (penilaian kuantitatif dan kualitatif). Evaluasi dilakukan oleh LPMI melalui umpan balik mahasiswa, kaprodi, dan pihak terkait.
  • Pengabdian kepada Masyarakat

Pengabdian dinilai berdasarkan kontribusi nyata calon dalam kegiatan yang berdampak langsung pada masyarakat, mencerminkan kemampuan transformasi ilmu ke dalam praktik yang relevan.

Keseluruhan evaluasi dilakukan secara menyeluruh dan sistematis, mengacu pada data dari LPPM dan LPMI, untuk menjamin kredibilitas serta kualitas calon pemimpin yang akan datang.

3.Senat Akademik (Bobot 20 %)

Senat Akademik (SA) memiliki tugas utama yang terbagi dalam tiga aspek utama:

  • Penyusunan, Pengusulan, dan Penetapan Kebijakan dan Norma.

SA bertugas merancang dan menetapkan kebijakan akademik, kode etik, rencana pengembangan akademik, serta mengusulkan calon pemimpin perguruan tinggi.

  • Pemberian Pertimbangan.

SA memberikan rekomendasi terkait gelar kehormatan, pengangkatan jabatan akademik tinggi, pemberian sanksi akademik, evaluasi kinerja akademik pimpinan, serta perubahan kebijakan strategis dalam bidang akademik.

  • Pengawasan
    SA mengawasi pelaksanaan kebijakan akademik, pencapaian Tri Dharma Perguruan Tinggi, penjaminan mutu, kebebasan akademik, dan penilaian kinerja dosen sesuai dengan tata tertib akademik yang berlaku.

Dengan tugas ini, SA menjadi badan normatif tertinggi dalam bidang akademik yang menjamin kelancaran, mutu, dan integritas proses akademik di perguruan tinggi.

4.Pendalaman Visi dan Misi (Bobot 20%)

Pendalaman visi dan misi dalam proses seleksi calon Ketua STKIP PGRI Pacitan dirancang untuk menggali secara mendalam kemampuan dan komitmen para calon dalam mewujudkan visi, misi, tujuan, serta program kerja yang telah direncanakan. Proses ini mencakup dua tahap utama, yaitu pemaparan visi, misi, tujuan, sasaran, dan program kerja oleh masing-masing calon, serta sesi tanya-jawab yang mengangkat tema-tema strategis seperti pengembangan institusi, kompetensi guru dan dosen, penelitian, serta pengabdian.

Pelaksanaan sesi tanya-jawab diatur melalui penyusunan pertanyaan oleh panelis internal dan eksternal. Panelis internal berfokus pada visi, misi, tujuan, sasaran, serta pengembangan institusi, sementara panelis eksternal menyoroti kompetensi guru dan dosen. Untuk menjaga objektivitas, pertanyaan dipilih secara acak.

Aspek penilaian mencakup tiga kategori utama: content message (60%) yang menilai kemampuan menjelaskan substansi visi dan misi, physical message (20%) yang mencakup postur, kontak mata, gesture, serta pengaturan nada suara, dan visual message (20%) yang menilai efektivitas penggunaan alat bantu visual. Penilaian yang terstruktur ini bertujuan untuk memberikan gambaran komprehensif tentang kompetensi calon, baik dalam aspek isi maupun penyampaian.

Dengan sistematika tersebut, proses pendalaman visi dan misi tidak hanya menjadi ajang presentasi program, tetapi juga uji kemampuan calon untuk berkomunikasi efektif, meyakinkan, dan relevan, demi menentukan pemimpin yang tepat untuk memajukan institusi.

5.Hasil Tes Kejiwaan (Bobot 20 %)

Hasil tes kejiwaan akan dilakukan di RSUD dan ditafsirkan oleh pemberi hasil evaluasi calon dari RSUD tersebut.

Proses seleksi calon Ketua STKIP PGRI Pacitan sesuai dengan timelines yang telah disepakati bersama antara panitia dan PPLP-PT PGRI Pacitan.

Hasil penilaian dari panitia akan diserahkan dalam bentuk laporan kepada PPLP-PT PGRI Pacitan untuk “evaluasi final” oleh PPLP-PT PGRI Pacitan. Dalam hal ini, PPLP-PT PGRI Pacitan akan melakukan “judgement”/” keputusan final”  Ketua STKIP PGRI Pacitan 2025-2029.

Polling tidak Resmi 

Sekretaris panitia Dr.Agoes Hendriyanto, S.P., M.Pd., Sabtu (30/11/24), menaggapi munculnya  polling yang tidak resmi dalam konteks penjaringan Ketua STKIP PGRI Pacitan 2025-2029 menjadi perhatian penting bagi panitia penjaringan. Meskipun polling sering dianggap sebagai alat untuk mengukur popularitas calon, panitia menegaskan bahwa kepemimpinan dalam institusi pendidikan memerlukan indikator yang lebih mendalam.

“Indikator tersebut meliputi kompetensi akademik, visi strategis, integritas, serta kemampuan manajerial yang telah ditetapkan sebagai aspek utama dalam penilaian. Oleh karena itu, panitia tidak menjadikan polling sebagai alat evaluasi resmi, guna memastikan proses penjaringan tetap objektif dan berlandaskan kriteria yang relevan,”jelas Agoes.

Ketua panitia Saptanto Hari Wibawa, S.S.,M.Hum., polling yang tidak resmi kerap kali muncul dari inisiatif pihak-pihak tertentu, baik sebagai bentuk dukungan maupun sekadar penyaluran opini. Namun, hasil polling semacam ini sering kali tidak merepresentasikan penilaian yang menyeluruh karena hanya mencerminkan popularitas sementara di kalangan terbatas.

“Dalam konteks seleksi pemimpin perguruan tinggi, fokus utama adalah memilih calon yang mampu membawa institusi ke arah yang lebih baik secara akademis, administratif, dan sosial. Oleh sebab itu, panitia memilih untuk tidak memasukkan polling ke dalam mekanisme penjaringan formal agar tidak mengaburkan esensi dari proses seleksi,” jelas Saptanto.

“Selain itu, keberadaan polling tidak resmi juga dapat memicu interpretasi yang salah di tengah masyarakat kampus. Sebagian pihak mungkin salah mengira bahwa polling mencerminkan keputusan akhir atau memiliki pengaruh terhadap penentuan calon terpilih. Dengan tidak mengakomodasi polling dalam proses resmi, panitia berupaya menjaga kredibilitas serta memastikan bahwa keputusan akhir berdasarkan analisis mendalam terhadap kualifikasi dan visi calon. Langkah ini diambil untuk menciptakan suasana pemilihan yang adil, transparan, dan bebas dari pengaruh opini yang tidak relevan,” tutup Saptanto Hari Wibawa.(Panitia Penjaringan)


SHARE

Rekomendasi